Selasa, 20 November 2007

menangislah bunda


bersandarlah dipundakku

ku dengarkan semua keluh tentang hidup ini

tentang lelaki pilihanmu yang menyakitimu

tentang anakmu yang lupa pada Tuhan

anakmu yang dimakan zaman


muntahkan semua marahmu padaku

aku kan bisu

tak kan membela diri

tentang kenakalanku

aku yang sombong telah mengenal jalan Tuhan

aku yang memaki pemerintahan yang telah memberimu makan

aku yang mengutuk pemimpin-pemimpin yang tak mau bersyariat Ilahi

padahal mereka yang memberimu gaji

aku yang memakan kue-kue yang terhidang di nampan

aku yang membuang kopi-kopi hitam legam

sesajen untuk para leluhur yang diam

aku yang menentang foya-foya

aku yang tak suka hura-hura

seperti yang sering bunda lakukan


sekarang, menangislah bunda

dipundakku yang menanggung beban

engkau bertanya, “ kenapa aku harus menangis?”

“apa yang harus aku tangisi?”


aku mengunci mati

lisan yang ingin interupsi

aku bicara dalam hati


bunda, aku kan pergi

tinggalkanmu sendiri

bunda, aku akan pergi

sepertinya tak kembali

tak akan ada lagi shalat berjamaah

tak akan lagi diskusi-diskusi tentang penerapan syariah

aku tak lagi bisa mengantarmu ke pasar

aku tak lagi bisa membantu membuat kue lebaran

aku tak lagi bisa menjaga adik-adik yang nakal

aku tak lagi bisa memasak makanan untukmu

aku tak lagi bisa membersihkan rumah

karena aku kan pergi


bunda, aku akan pergi

bersamanya menjemput syahidah

membantunya jihad fii sabilillah

akhirnya bunda mengerti

walau ku katakan dengan hati

anaknya akan pergi


menangislah bunda

mengiringi anaknya yang kan pergi

menuju peperangan suci

membela agama Ilahi


menangislah bunda

anaknya meminta doa restu

Tidak ada komentar: