bersandarlah dipundakku
ku dengarkan semua keluh tentang hidup ini
tentang lelaki pilihanmu yang menyakitimu
tentang anakmu yang lupa pada Tuhan
anakmu yang dimakan zaman
muntahkan semua marahmu padaku
aku kan bisu
tak kan membela diri
tentang kenakalanku
aku yang sombong telah mengenal jalan Tuhan
aku yang memaki pemerintahan yang telah memberimu makan
aku yang mengutuk pemimpin-pemimpin yang tak mau bersyariat Ilahi
padahal mereka yang memberimu gaji
aku yang memakan kue-kue yang terhidang di nampan
aku yang membuang kopi-kopi hitam legam
sesajen untuk para leluhur yang diam
aku yang menentang foya-foya
aku yang tak suka hura-hura
seperti yang sering bunda lakukan
sekarang, menangislah bunda
dipundakku yang menanggung beban
engkau bertanya, “ kenapa aku harus menangis?”
“apa yang harus aku tangisi?”
aku mengunci mati
lisan yang ingin interupsi
aku bicara dalam hati
bunda, aku kan pergi
tinggalkanmu sendiri
bunda, aku akan pergi
sepertinya tak kembali
tak akan ada lagi shalat berjamaah
tak akan lagi diskusi-diskusi tentang penerapan syariah
aku tak lagi bisa mengantarmu ke pasar
aku tak lagi bisa membantu membuat kue lebaran
aku tak lagi bisa menjaga adik-adik yang nakal
aku tak lagi bisa memasak makanan untukmu
aku tak lagi bisa membersihkan rumah
karena aku kan pergi
bunda, aku akan pergi
bersamanya menjemput syahidah
membantunya jihad fii sabilillah
akhirnya bunda mengerti
walau ku katakan dengan hati
anaknya akan pergi
menangislah bunda
mengiringi anaknya yang kan pergi
menuju peperangan suci
membela agama Ilahi
menangislah bunda
anaknya meminta doa restu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar